ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 05 Maret 2020

Social Distancing: Kebutuhan Kontrol Personal untuk Kesehatan Kolektif

 

Oleh

Fathul Lubabin Nuqul dan Ardana Reswari Miranda Ningrum

FLN Institute

 

Covid 19 telah menyita perhatian dunia terhitung dari paruh akhir tahun 2019 pada bulan November hingga kini Maret 2020. Covid 19 menjadi kekhawatiran warga dunia  karena kebaruan jenisnya yang belum pernah muncul dalam sejarah virus di dunia. Berdasarkan berita yang dirilis kumparan.com, per 18 Maret 2020 terdapat 227 orang positif terinfeksi Covid 19, 11 orang telah sembuh dan 19 meninggal dunia di Indonesia. Dalam kajian medis, wabah Covid 19 seperti layaknya virus lainnya memiliki siklus yang akan berakhir pada periode tertentu jika ditangani dengan benar. Namun tidak ada yang dapat menjamin Covid 19 merupakan wabah terakhir yang menjadi tantangan hidup manusia di bumi. Oleh karena itu penting untuk menjadikan fenomena Covid 19 yang saat ini sedang dihadapi sebagai kesempatan belajar menumbuhkan perilaku dan sikap yang positif terhadap kesehatan. Mengacu pada model kepercayaan kesehatan atau health belief model (HBM) ,  ancaman kesehatan yang dirasakan individu memberi kondisi 'kesiapan' seseorang untuk mengambil tindakan terhadap kesehatannya. Sehingga fenomena Covid 19 memberi kondisi yang baik bagi masyarakat untuk meningkatan kesadaran terhadap kesehatan (Elgin, 1997). Sayangnya, dalam kegaduhan akibat virus Covid 2019, hanya pada penanaman perilaku sehat yang mendapat sorotan. Padahal pemahaman yang tepat terhadap kesehatan juga memiliki andil yang penting.

 

Saat ini pemerintah melalui presiden RI mengharapkan masyarakat melakukan social distancing sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus Covid 19, dengan melakukan pembatasan aktifitas bersama orang lain secara masif serta menghindari berlama-lama dalam kerumunan. Banyak masyarakat yang masih setengah hati dalam melaksanakan  social distancing. Ada ketidakpercayaan bahwa social distancing membawa manfaat. Selain itu perasaan tersiksa karena harus hidup terisolasi.  Dalam social distancing dibutuhkan kesadaran bahwa bencana covid 19 ini harus dihadapi bersama.

 

Dalam menghadapi penyebaran virus, manusia tidak bisa beraksi seorang diri. Kinyanjui et al., (2015) menjelaskan bahwa dalam menghadapi virus,  herd immunity atau kekebalan kawanan adalah cara yang efektif untuk mengatasi penularan virus. Kekebalan kawanan dibangun dengan cara memvaksinasi sebanyak mungkin anggota populasi untuk memberikan perlindungan tambahan kekebalan bagi anggota  kelompok yang tidak bisa atau belum divaksinasi. Hal ini akan mengurangi kemungkinan seorang dengan kerentanan kesehatan yang tinggi tertular virus yang tanpa sengaja terbawa oleh individu lain. Konsep herd immunity menegaskan bahwa kita tidak bisa sehat sendiri. Kesehatan adalah kerjasama dan kepedulian banyak manusia untuk menjaga yang sehat dan tidak menambah derita pada yang sudah sakit.  Merupakan hal  yang keliru jika kesehatan dipahami sebagai area pribadi individu. Kenyataannya kesehatan merupakan aspek sosial lingkungan dalam hidup manusia. Bandura (1998) telah menyoroti pentingnya memperhatikan praktik dan orientasi sosial dalam pembahasan mengenai kesehatan masyarakat. Untuk berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kesehatan manusia, individu perlu memperluas perspektif tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit di luar tingkat individualistis.  Ini belum banyak disadari masyarakat sehingga banyak orang menjadi individualistik dalam hal-hal terkait kesehatan.  Sebagai akibatnya, social distancing yang dipahami sebagai cara untuk menyelamatkan diri sendiri sehingga memunculkan perilaku kompulsif dan konsumtif memborong masker, hand sanitizer, dan makanan pokok.

 

Membangun kesadaran sosial di tengah wabah Covid 19 adalah hal yang penting untuk disuarakan agar tidak muncul masalah-masalah sosial yang memperparah situasi sulit ini. Individualisme dalam memperjuangkan kesehatan sendiri adalah tindakan yang menyusahkan orang lain dan menjebak diri dalam kecemasan. Elgin (1997) menyebutkan bahwa tantangan paling mendasar yang dihadapi umat manusia dala mengatasi masalah sosial dan ekologis adalah untuk membangkitkan kapasitas untuk mengetahui secara kolektif dan secara sadar mengambil tindakan solutif.  Jika manusia dapat menemukan rasa bersamaan dalam kenyataan yang sedang dihadapi dan tujuan yang diinginkan sehingga menyadari kesamaan yang dimiliku maka landasan kuat dari sebuah gerakan perubahan yang besar akan terwujud.

 

Perspektif penanggulangan wabah Covid 19 perlu mulai digeser ke arah gerakan sosial. Betsch et al., (2018) menemukan bahwa orang-orang yang merasakan tanggung jawab kolektif umumnya lebih memperhatikan orang lain dan lebih berempati. Menyadari tanggungjawab kolektif dalam penanganan Covid 19 dapat mendorong kepedulian terhadap individu yang sakit maupun masih sehat sehingga perilaku yang muncul cenderung sehat dan tidak berdasarkan kecemasan berlebihan. Selain taggung jawab kolektif, Peterson dan Stunkard (1989) menyarankan perlunya kontrol kolektif untuk menggerakkan masyarakat dalam kampanye kesehatan. Kontrol kolektif dibentuk dari kontrol tiap personal anggota kelompok masyarakat.  Kontrol personal adalah keyakinan individu tentang kemampuannya dalam mengusahakan peristiwa baik dan menghindari peristiwa buruk. Kontrol pribadi yang tinggi berkaitan dengan kekuatan intelektual, emosional, perilaku, dan fisiologis dalam menghadapi situasi dan peristiwa yang menantang sedangkan kontrol pribadi yang rendah dikaitkan dengan kepasifan maladaptif dan moral yang buruk. Ini berarti individu-individu yang memiliki kontrol personal yang baik akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif dalam menghadapi problem Covid 19. Sebaliknya individu dengan kontrol personal yang kurang baik akan cenderung pasif dan maladaptif dalam problem Covid 19 sehingga berpotensi mengembangkan kecemasan terhadap kesehatannya. Keuntungan bergerak secara sosial adalah adanya pengaruh sosial yang terjadi di antara individu-individu yang berinteraksi. Bila jumlah individu yang memiliki kontrol personal yang baik memadai, maka individu dengan kontrol personal yang kurang baik akan terpengaruhi untuk meningkatkan kontrol personalnya. Sebagaimana penelitian Cohen, Brezis, Block, Diederich, dan Chinitz (2013) dalam kasus penanggulangan penyebaran virus dengan meningkatkan kesadaran terhadap kekebalan kawanan. Penelitian tersebut mendapati bahwa beberapa orang menyesuaikan diri dengan pilihan mayoritas yang bersikap positif untuk mengubah dinamika epidemik menuju kekebalan kelompok. Kontrol personal  yang baik dari beberapa individu dapat bertransformasi menjadi kontrol kolektif di tengah masyarakat. Kontrol kolektif dapat menghasilkan moral yang lebih tinggi, ketekunan yang lebih besar dalam menghadapi kegagalan, toleransi yang lebih besar dari gangguan dan perubahan, dan kesehatan fisik yang lebih baik (Peterson & Stunkard, 1989). Kontrol kolektif akan memberikan tenaga bagi setiap dinamika dan usaha manusia dalam mengatasi wabah apapun.

 

Kesadaran sosial merupakan hal yang penting dalam usaha mengatasi Covid 19. Mewujudkan kesehatan bukanlah kepentingan pribadi, melainkan kepentingan bersama. Dalam gerakan sosial, manusia bisa saling mempengaruhi dan menguatkan. Tanggung jawab kolektif serta kontrol kolektif perlu ditekankan agar tidak timbul sikap maupun perilaku individualistik yang dapat memperparah masalah. Kesehatan merupakan usaha dan kepedulian bersama terhadap sesama.

 

Referensi:

Bandura, A. (1998). Health promotion from the perspective of social cognitive theory. Psychology and Health, 13, 623–649.

Betsch, C., Schmid, P., Heinemeier, D., Korn, L., Holtmann, C., & Bohm, R. (2018). Beyond confidence : Development of a measure assessing the 5C psychological antecedents of vaccination. PLoS ONE, 1–32.

Cohen, M. J., Brezis, M., Block, C., Diederich, A., & Chinitz, D. (2013). Vaccination, Herd Behavior, and Herd Immunity. Medical Decision Making, May, 1–14. https://doi.org/10.1177/0272989X13487946

Elgin, D. (1997). Collective consciousness and cultural healing. San Anselmo.

Kinyanjui, T. M., House, T. A., Kiti, M. C., Cane, P. A., Nokes, J., & Medley, G. F. (2015). Vaccine induced herd immunity for control of respiratory syncytial virus disease in a low-income country setting. PLoS ONE, 10(9), 1–16. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0138018

Peterson, C., & Stunkard, A. J. (1989). Personal control and health promotion. Soc. Sci. Med, 28(8), 819–828.

Redaksi Kumparan. (2020, Maret 18). Update Corona di Indonesia: 227 Positif, 11 Sembuh, 19 Meninggal. Diakses dari https://m.kumparan.com/kumparannews/update-corona-di-indonesia-227-positif-11-sembuh-19-meninggal-1t37xJ863KI.