Konsep perencanaan strategik

Slamet, Slamet ORCID: https://orcid.org/0000-0001-5583-5425 (2021) Konsep perencanaan strategik. In: Manajemen strategik (sebuah kajian dalam pendidikan Islam). CV. Literasi Nusantara Abadi, Malang, pp. 80-110. ISBN 978-623-329-311-2 UNSPECIFIED : UNSPECIFIED.

[img] Text
10482.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (26MB) | Request a copy

Abstract

Dalam sejarahnya, telah ada pelbagai konsep perencanaan yang dapat digunakan oleh manajer khususnya atau tim perencanaan umumnya sebagai pendekatan dalam melakukan perencanaan strategik alam sebuah organisasi. Konsep perencanaan yang baru merupakan tanggapan terhadap pelbagai konsep perencanaan ada selama ini. Secara umum beberapa konsep perencanaan strategik yang telah diidentifikasi, misalnya perencanaan induk, perencanaan komprehensif, perencanaan ekuitas, perencanaan dukungan (advocacy) (Djunaidi 2000), perencanaan jangka pendek (Hartomo 2002), perencanaan jangka panjang (Robson 1997; Bryson 2004; Allison & Kaye 2005), dan perencanaan strategik (Djunaidi 2000; Bryson 2004; Allison & Kaye 2005; Tripomo & Udan 2004; Raja Malik 2003; Boar 2001). Dengan demikian, banyak istilah yang berkaitan dengan konsep perencanan strategik.
Setiap konsep perencanaan strategik tersebut mempunyai maksud dan tekanan yang berbeda-beda. Misalnya, perencanaan induk yang merupakan konsep perencanaan tertua (Djunaidi 2000). Hal ini biasanya digunakan oleh pihak pemerintah dalam melakukan perencanaan tentang pembangunan kawasan dengan tujuan untuk penyelarasan penyusunan rancangan yang lebih detail (Dictionary of Business Terms 2007). Sementara perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka panjang dan perencanaan strategik seringkali digunakan oleh semua bentuk organisasi baik organisasi korporasi maupun publik dengan maksud yang sama yaitu membuat perencanaan untuk menentukan arah masa depan organisasi. Istilah perencanaan jangka panjang dan strategik biasanya digunakan untuk membuat perencanaan dalam jangka waktu 5 sehingga 25 tahun. Kedua istilah perencanaan tersebut seringkali digunakan oleh sebagian pihak secara bergantian (Looker 1999; Harrison), tetapi sesungguhnya kedua istilah tersebut mempunyai filosofi tekanan dalam melakukan proses perencanaan yang berbeda (Robson 1997; Bryson 2004; Allison & Kaye 2005). Perbedaan ini dapat diketahui dari fokus tindakan, proses, penilaian lingkungan, estimasi, hasil keputusan, sifat dan pertanyaan sebelum melakukan perencanaan (Robson 1997; Boar 2001; Raja Malik 2003; Gasperzs 2004; Bryson 2004; Allison & Kaye 2005). Oleh sebab itu perlu ada kepastian istilah, karena dengan istilah yang berbeda dapat memunculkan pemahaman yang berbeda pula.
Konsep perencanaan strategik merupakan tanggapan dari konsep perencanaan sebelumnya dan berkembang pada abad 20-an (Djunaidi 2000), tepatnya tahun 1950-an yang digunakan secara formal oleh organisasi korporasi (Purnomo & Zulkieflimansyah 2005). Konsep perencanaan strategik dianggap sebagai pendekatan terbaik dalam mencapai keberhasilan organisasi di masa depan pada lingkungan yang selalu berubah dan di luar kontrol (Rowley & Sherman 2002; Zainal 1998). Penggunaan konsep perencanaan strategik sebagai pendekatan dalam melakukan perencanaan bertujuan untuk menyiapkan suatu organisasi terhadap pelbagai ancaman dan peluang eksternal organisasi yang memerlukan tanggapan di masa depan (Bryson 2004), dengan keputusan yang harus dibuat saat ini (Azman 2003). Beberapa alasan penggunaan konsep perencanaan strategik sebagai pendekatan dalam perencanaan organisasi di antaranya adalah perubahan lingkungan yang bersifat global, perubahan teknologi, persaingan, meningkatkan pengetahuan intelektual dan meningkatnya kualitas tim perencana (Azman 2003; Pitts & Lei 2006; Dess et al 2006; Haim 2005; David 2003). Oleh sebab itu, kondisi mensyaratkan manajer organisasi untuk berfikir futuristik dan bertindak secara strategik yang tidak pernah ada dalam konsep perencanaan sebelumnya. Dengan demikian, konsep perencanaan strategik merupakan salah satu pendekatan yang dapat membantu menyelesaikan keadaan tersebut.
Dalam konteks manajemen strategik, perencanaan strategik adalah langkah pertama dan paling utama (Rowley & Sherman 2002; Tripomo & Udan 2005; McNamara 2001). Oleh sebab itu, konsep perencanaan strategik mempunyai peranan yang penting dalam menentukan apa yang dikehendaki oleh suatu organisasi. Merujuk konsep manajemen Islam, perencanaan strategik mempunyai tujuan memikirkan nilai-nilai kemanusiaan, kesejahteraan dan kemaslahatan manusia yang berlandaskan syariah (Mustafa 2000; Abu Sinn 2006; Wan Liz Ozman 1996; Azman 2003). Disini pencapaian yang hendak dicapai dalam perencanaan strategik sepatutnya tidak saja diarahkan kepada aspek kebendaan, tetapi jauh lebih penting adalah pencapaian yang selaras dengan tujuan dalam manajemen Islam. Yang mana, manajemen Islam adalah berdasarkan nilai-nilai Islam (YAPEIM 2005), maka proses perencanaan strategikpun juga harus berdasarkan nilai-nilai Islam.
Walaupun Islam tidak membicarakan secara khusus konsep perencanaan strategik, tetapi sejatinya konsep perencanaan strategik bersumber dari Islam yang dikaji dan dikembangkan dalam teori manajemen yang dilahirkan Barat (Mohd. Sharifuddin 2004), yang kini digunakan dan dipraktikan secara luas, termasuk umat Islam dalam menguatkan manajemen strategik organisasinya. Kepentingan memahami masa depan organisasi dengan cara membuat perencanaan telah diperlihatkan oleh al-Quran. Misalnya surat al-Baqarah [2]:30; Yusuf [12]:47-49; ar-Ra’d [13]:2; Shaad [38]:27; dan adz-Dzaariyah [51]:56; al-Hasyr [59]:18. Ayat-ayat tersebut bukti bahwa Allah SWT adalah perancang yang teragung (Ismail 2000). Kisah Nabi Yusuf a.s dapat meramalkan masa depan ekonomi negara untuk jangka waktu empat belas tahun mendatang adalah bukti perencanaan strategik telah ada semenjak lahirnya Islam. Bukti lain adalah hijrah, dakwah dan masa peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. Hijrah Baginda dan para sahabatnya adalah membuktikan konsep perencanaan strategik (al-Qardhawy 1996; al-Qardhawy 2003; Azman 2003). Baginda adalah seorang yang sudah terlibat dalam sistem perencanaan sejak awal Islam dan seorang yang proaktif, inovatif dan bervisi dalam merancang sesuatu pekerjaan (Othman 2000). Baginda tidak pernah lupa dari mempersiapkan diri kepada umatnya untuk menghadapi masa depan dengan segala daya usaha yang selalu disertai jiwa bertawakal kepada Allah SWT (al-Qardhawy 2003).
Melihat Islam adalah agama yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan adalah dasar semua keutamaan amal (Mohd. Wan Daud 2005), maka perlu ada pengulasan dan pemaknaan kembali tentang konsep perencanaan strategik yang ada saat ini menjadi konsep perencanaan strategik yang holistik dengan dasar-dasar Islam. Meskipun, secara definisi tidak jauh berbeda dengan definisi yang difahami umum, tetapi Islam turut bermaksud memberikan sumbangan pemikiran baik kepada individu maupun organisasi mempunyai panduan dalam melakukan proses perencanaan strategik berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam. Islam menerima sesuatu ilmu pengetahuan yang tidak terdapat secara khusus dalam al-Quran, selagi tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai syara’ (Sharifah Hayati 2001). Islam mengakui dan menggunakan kebenaran ilmu pengetahuan yang dirkembangkan Barat (Wan Mohd. Nor 2003; Muliawan 2005; Muhaimin 2006; Al-Qardhawy 2003). Hal ini diperjelas oleh Ibn Rushd yang menyatakan, sekiranya bangsa asing telah menguasai ilmu tersebut (falsafah), maka merupakan suatu kewajiban kita (orang Islam) supaya mempelajari dan mengambil faedah dari apa yang telah mereka kuasai. Tidak saja bangsa tersebut beragama Islam atau tidak. Kita wajib membaca buku-buku mereka, meneliti dan menilai apa saja yang dijadikan teori. Sekiranya apa yang dinyatakan itu betul, kita terima, dan sebaliknya jika salah kita tolak (Mohd. Nasir 2005).
Merujuk Widjajakusuma & Yusanto (2002), minimum ada empat kepentingan pengulasan dan pemaknaan kembali tersebut, yaitu (i) kepentingan akidah. Kepentingan akidah dimaksudkan agar supaya umat Islam sadar bahwa akidah Islam adalah dasar ilmu pengetahuan dan aktivitas keilmuan; (ii) kepentingan kemanusiaan. Kepentingan kemanusiaan adalah konsekuensi logis dari kepentingan pertama, bahwa aktivitas keilmuan yang didasarkan dan dikawal oleh iman akan mewujudkan manusia seutuhnya sesuai hakikat penciptaannya; (iii) kepentingan peradaban. Kepentingan ini dimaksudkan bahwa kehidupan dengan sistem dan segala aktivitasnya yang telah dikendalikan oleh iman yang dijalankan sesuai aturan Allah (syariah) secara konsisten akan membawa peradaban manusia; dan (iv) kepentingan ilmiah. Kepentingan terakhir adalah dimaksudkan bahwa semua aktivitas keilmuan selalu dapat dipertanggungjawabkan baik secara horisontal maupun vertikal. Keempat-empat kepentingan tersebut saling berhubungan antara satu dengan lainnya.

Item Type: Book Section
Divisions: Faculty of Economics > Department of Management
Depositing User: Slamet Slamet
Date Deposited: 21 Apr 2022 09:10

Downloads

Downloads per month over past year

Origin of downloads

Actions (login required)

View Item View Item