Asrofik, Asrofik Pengaruh islamic interprofessional healt care terhadap outcome klinik dan kualitas hidup calon jamaah haji risiko tinggi di Kota Batu. Research Report. LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. (Unpublished)
Text
21731.pdf Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Paska pandemi COVID-19, pemberangkatan jamaah haji Indonesia
telah akif kembali. Persentase jamaah haji lansia di Indonesia pada tahun
2023 sebesar 42%. Lansia termasuk dalam kriteria jemaah haji risiko tinggi
(risti) yakni berusia ≥ 60 tahun dan mempunyai faktor risiko kesehatan
selama ibadah haji (Permenkes, 2016). Berdasarkan data sistem
komputerisasi haji terpadu kesehatan (Siskohatkes), hampir setiap tahun
sekitar 63 - 67% dari total jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci,
tergolong dalam kelompok risti yang dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan jemaah haji dalam menjalankan ibadah di Tanah Suci
(Kemenkes,2017). Jamaah haji risti yang tidak teregulasi dengan baik akan
menyebabkan kecacatan dan kematian dalam melaksanakan ibadah haji.
Jamaah haji diwajibkan memenuhi syarat istitha’ah sebagaimana
tersurat dalam Firman Allah pada Q.S Āli ‘Imrān [3]:97
Terjemahan:
“Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim.
Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban
manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu
bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”
Istitha’ah (mampu) dapat diartikan jamaah haji wajib mempunyai bekal yang
cukup untuk dirinya dan keluarga yang ditinggalkan, kemampuan fisik, ada
sarana pengangkutan dan aman dalam perjalanan. Permenkes No. 15 tahun 2016 menyatakan bahwa istitha’ah adalah kemampuan fisik dan mental
jamaah haji yang terukur melalui pemeriksaan medis.
Masalah kesehatan atau penyakit pada populasi usia lanjut berbeda
perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain,
dimana penyakit bersifat multipatologi, degeneratif, saling terkait, kronis,
cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian dan
dalam pengobatan sering terdapat polifarmasi. Polifarmasi didefinisikan
sebagai penggunaan secara rutin 4 atau lebih obat bebas, obat yang
diresepkan dan / atau obat tradisional secara bersamaan oleh pasien (WHO,
2017). Tujuan pemberian polifarmasi pada lansia adalah untuk
“meringankan gejala, meningkatkan kualitas hidup dan status fungsional,
menyembuhkan atau pengelolaan penyakit yang berpotensi untuk
memperpanjang kelangsungan hidup”.
Item Type: | Research (Research Report) |
---|---|
Keywords: | healt care; kualitas hidup; jama'ah haji risiko tinggi |
Subjects: | 11 MEDICAL AND HEALTH SCIENCES > 1103 Clinical Sciences > 110310 Intensive Care |
Divisions: | Faculty of Medical and Health Sciences > Department of Doctor Profession |
Depositing User: | Asrofik Matrawi |
Date Deposited: | 02 Dec 2024 10:41 |
Downloads
Downloads per month over past year
Origin of downloads
Actions (login required)
View Item |