Rosyidi, Abdul Wahab (2018) Sang pendidik masyarakat di pesantren rakyat sepanjang hayat. dialektika, Yogyakarta. ISBN 978-602-60398-8-0 UNSPECIFIED : UNSPECIFIED.
|
Text
02. Buku Yusuf Sang Tokoh.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Kita pasti pernah mendengar pepatah “Orang mati meninggalkan nama, Gajah mati meninggalkan ganding,” artinya berbuatlah kebaikan dalam hidup di dunia, dengan selalu menghadirkan kebaikan (amalun sholihun) pada orang-orang yang ada disekeliling, baik yang kita suka atau benci. Kebaikan itulah yang akan menjadikan diri ini terhormat di masyarakat, dunia dan akhirat, kebaikan itu yang menjadikan nama kita akan selalu dikenang oleh orang yang hidup setelah kita. Maka sesungguhnya meninggalkan nama baik itu bukan persoalan yang mudah, akan tetapi memerlukan proses perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh dari setiap individu yang beriman, atau bahkan ada diantara kita yang sudah berusaha berbuat kebaikan belum tentu nama mereka dapat dikenang.
Perjalanan panjang Yusuf Salidin dalam menda’wahkan Islam di sekitar wilayah tempat tinggalnya dengan prinsip “ Sepi Ing Pamrih-agawe Ing Rame”, merupakan kunci sukses da’wah beliau dalam mengentaskan buta baca Al Qur’an dan Agama di masyarakat. Dan dengan model dakwah bil maqol dan bil khal serta istiqomahnya sepanjang hayat, beliau mampu menarik simpati masyarakat sebagai sosok yang disegani dan dihormati. Beliau bukan sosok kayi haji (KH) atau kyai, ustazd, guru, pegawai, aparat, atau pejabat, beliau tidak punya pesantren dan santri, beliau orang biasa yang mengamalkan ilmunya untuk warga masyarakat yang ingin mengaji, mengetahui dan memahami ilmu agama, beliau selalu berada di tengah-tengah masyarakat memberi pencerahan agama, yang penulis sebut dengan “Pesantren Rakyat”.
Pesantren rakyat memang pas untuk sebutan wahana mengamalkan ilmu Yusuf Salidin, sosok sederhana yang tidak gila kehormatan dan jabatan yang senantiasa mengabdikan dirinya untuk masyarakat sepanjang hayat. Ketika ada orang memanggilnya dengan sebutan “kyai” segera beliau hampiri untuk tidak mengulangi lagi dengan panggilan tersebut, cukup panggil aku dengan “Mbah Suf”, panggilan sederhana yang menjadikan dirinya nyaman, tidak pekiwuh dan risih untuk selalu berada di tengah-tengah masyarakat ber amar ma’ruf dan nahi mungkar dengan memegang kokoh prinsip-prinsip fiqh. Dengan panggilan tersebut justru menjadikan dirinya mudah dikenal dimasyarakat luas, dan masyarakat menjadi lebih dekat dan mudah untuk menyapa dan bertanya.
Item Type: | Book |
---|---|
Keywords: | Sang pendidik masyarakat |
Divisions: | Research and Community Service (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) > Center for Women Studies and Children |
Depositing User: | Abdul Wahab Rosyidi |
Date Deposited: | 21 Apr 2020 00:18 |
Downloads
Downloads per month over past year
Origin of downloads
Actions (login required)
View Item |